Tutorial Editing
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pembahasan ini adalah di akhir sesi mahasiswa dapat menjelaskan pengertian editing, hak editor dan mengetahui jenis-jenis editing. Materi yang disajikan meliputi teori editing, prinsip dasar editing, jenis-jenis editing, hak dan kewajiban editor.
9.1 Pengertian Editing
Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977: 47).
Pertunjukan film di bioskop ataupun televisi di rumah-rumah apabila belum melalui proses editing bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal, penonton cenderung merasa bosan dan jenuh. Padahal, tayangan film ataupun video begitu ekonomis. Artinya, penayangannya sangat bergantung pada aspek waktu. Waktu begitu mahal dan menentukan dalam proses penayangan film. Jika sebuah tayangan berdurasi 60 menit, itu artinya selama waktu itu pencipta film harus menjamin tidak membuat penonton bosan apalagi meninggalkan bioskop, atau kalau di televisi memindahkan saluran. Begitu berartinya sebuah hasil editing sampai ada pengamat film yang menyatakan bahwa ruh tayangan film adalah proses editing.
Selain itu, J.M. Peters menyatakan bahwa yang dimaksud dengan editing film adalah mengkombinasikan atau memisah-misahkan rangkaian film sehingga tercapai sintesis atau analisis dari bahan yang diambil (Peters, 1980: 9). Di sini, Peters mengungkapkan, dengan editing, film sintesis atau sutradara televisi dapat menghidupkan cerita, menjernihkan suatu keterangan, menyatakan ide-ide atau menimbulkan rasa haru pada penonton.
Nyata sekali Peters menekankan pada aspek ‘pemberian’ suasana dan nuansa sebuah film setelah melalui proses editing. Pada saat editing berlangsung, tentunya tugas editor tidak hanya menyambung-nyambung belaka. Karena selain unsur visualisasi, unsur pikturisasi (penceritaan lewat rangkaian gambar) juga penting. Unsur inilah yang membedakan kegiatan sambung menyambung dengan editing. Selain itu, keindahan sebuah film tidak melulu disampaikan lewat rangkaian gambar, tetapi juga tingkahan musik dan sound effect yang menjadikan sebuah film bernuansa. Di zaman film bisu, rangkaian gambar diupayakan semaksimal mungkin membangun cerita film, tetapi setelah era film bersuara, kolaborasi antara film dan musik begitu menyatu.
Sementara itu, D.W. Griffith berpendapat bahwa editing film merupakan suatu hal yang terpenting dalam film karena editing film itu merupakan suatu seni yang tinggi. Seni sendiri merupakan pondasi dari film. Menyunting film adalah menyusun gambar-gambar film untuk menimbulkan tekanan dramatik dari cerita film itu sendiri. Sutradara dan editor harus pandai dalam selection of shot, selection of action (scene demi scene yang harus dirangkaikan) (Griffith, 1972: 20-25).
Dari penjelasan Griffith tersebut, terkandung pengertian bahwa di samping pentingnya penyusunan film, perlu adanya penyisipan-penyisipan potongan film untuk membuat film itu bercerita. Ini penting sekali diungkapkan dalam pembuatan film pada televisi karena televisi sangat singkat, tetapi bagaimana caranya supaya masyarakat tertarik untuk menyaksikan secara keseluruhan.
Adapun Pudovkin mengatakan perlu adanya constructive editing, yakni pelaksanaan editing film yang sudah dimulai dari penulisan dan membuat shot-shot sebagai materi editing film. Dalam hal editing ini, Pudovkin mempunyai sebuah prinsip, yaitu peristiwa-peristiwa yang akan direkam dalam gambar tidak terlepas dari tiga faktor: watak manusia, ruang dan waktu. Di samping tidak terlepas dari ‘lirik editing’, yakni bagaimana caranya mengeksploitasi sesuatu yang tidak tampak seperti kegembiraan, kesenangan, kesedihan, dan lain-lain (Pudovkin, 1972: 26).
Namun pendapat dari kedua pakar film tersebut ditentang oleh Elsenstein, seorang arsitek yang lari ke dunia film. Dia mengecam Griffith dan Pudovkin dengan alasan keduanya hanya menyambung gambar dengan mengharapkan penonton ikut tertawa atau menangis. Menurut dia, dalam proses editing film harus dilakukan dengan cara menyambung dua buah shot atau adegan yang dapat menimbulkan pengertian baru melalui cara pemikiran dan selalu menimbulkan istilah pemikiran yang baru. Untuk itu, dia menghadapkan pada kiasan melalui lambang-lambang sehingga penonton turut berpikir secara intelektual terhadap adegan yang dilihatnya (1972: 33).
Terlepas dari beberapa pendapat tentang editing film tersebut, yang jelas proses editing memang menduduki posisi penting dalam menghasilkan karya film yang menarik dan tidak membosankan. Oleh karena itu, tugas seorang editor begitu berat dan mengandung resiko sebab bisa jadi stock shot yang sebetulnya sudah bagus malah tidak bisa ‘bercerita’ karena kegagalan sang editor.
9.2 Hak dan Kewajiban Editor Film
9.2.1 Kewajiban editor film
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan seorang editor film dapat bekerjasama dengan kamerawan dalam melakukan analisis skenario mengenai konstruksi dramatiknya, dan bekerja sama dengan sutradara untuk mendapatkan penyesuaian penafsiran mengenai editingnya.
2) Tahap pengerjaan
- Melakukan pemisahan shot yang terpakai (OK) dengan yang tidak (NG) dengan catatan shooting report atau penjelasan langsung sutradara.
- Melakukan editing pendahuluan untuk mendapatkan penyesuaian atas konsep dasar editing yang diinginkan bersama dan memberikan gagasan-gagasan perekaman dalam hubungannya dengan editing.
3) Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang memerlukan suara kesan (efek suara).
4) Mendampingi juru suara dalam melakukan rekaman kembali untuk memenuhi kebutuhan serta memberikan gagasan-gagasan perekaman dalam hubungannya dengan editing.
5) Mendapatkan persetujuan sutradara atas hasil akhir editing.
6) Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar dan suara yang diserahkan kepadanya untuk editing.
9.2.2 Hak Editor Film
1) Mengajukan usul kepada sutradara untuk mengubah urutan penuturan gambar dari yang tercantum dalam skenario guna mendapatkan konstruksi dramatik yang lebih baik.
2) Mengajukan usul kepada sutradara untuk memenuhi bahan materi gambar ataupun suara yang kurang.
3) Mengajukan koreksi kepada sutradara atas konsep pengadaan unsur suara untuk dasar kepentingan editing film.
4) Didengar pendapatnya atas perubahan editing pada kopi edar (release copy).
9.3 Metode Editing Film
Secara umum, proses editing film dibedakan menjadi dua metode, yakni Continuity Cutting dan Dynamic Cutting.
9.3.1 Continuity Cutting
Metode ini merupakan metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buah adegan yang mempunyai kesinambungan.
9.3.2 Dynamic Cutting
Metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buah adegan yang tidak mempunyai kesinambungan.
9.4 Teknik Editing Film
Teknik editing film dikategorikan menjadi empat jenis, yakni pararel editing, cross cutting, contras editing, dan montase trope.
9.4.1 Pararel Editing
Yakni kalau ada dua adegan yang mempunyai persamaan waktu, harus dirangkaikan silih berganti.
9.4.2 Cross Cutting
Yakni beberapa adegan yang disilang atau penyilangan dua adegan dalam waktu tidak bersamaan.
9.4.3 Contras Editing
Yakni susunan gambar yang memperlihatkan kontradiksi dua adegan atau lebih.
9.4.4 Montase Trope
Yakni sistem editing yang mempergunakan simbol atau lambang-lambang yang menimbulkan pemikiran pada penonton.
9.5 Editing Video
Pada dasarnya, editing film dengan video tidak ada bedanya. Hal yang membedakannya, yakni pada aspek teknologinya. Karena dalam perkembangannya muncul teknologi digital, untuk lebih jelasnya dibedakan antara analog dan digital.
9.5.1 Linear dan Nonlinear Editing
Jika kita cermati, sebetulnya editing film yang kita saksikan pada umumnya menggunakan nonlinear editing karena di dalamnya memungkinkan terjadinya penambahan atau pengurangan di sembarang tempat terhadap shot dan scene-scene yang ada. Secara umum untuk membedakan antara linear editing (analog dan digital) dan nonlinear editing terlihat pada aspek teknologinya.
Ramang Syah menjelaskan, pada proses pengalihan editing video tape yang sangat mendasar adalah proses pengalihan/dubbing dari sumber material (original tape) ke edit master (master tape). Untuk melakukan editing, hal-hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan secara bertahap, yakni:
1) memilih gambar dan suara dari sumber materi dan tentukan bagian-bagian mana yang ditransfer ke master tape,
2) kemudian temukan bagian-bagian itu harus ditempatkan pada master tape,
3) untuk mendapatkan sequence yang tepat sesuai dengan naskah, bagian-bagian tadi harus ditempatkan pada ruang kolom yang sesuai,
4) sesudah itu informasi tadi dialih/dub dari sumbernya ke master tape, scene by scene.
Sampai saat ini, belum ada keseragaman dalam proses rekaman gambar sehingga setiap produser mendesain dan membuat video tape recorder (VTR) menurut versinya masing-masing. Hal ini dapat kita jumpai pada format-format VTR yang banyak dipasarkan antara lain Format B, C, Umatic, Betacam, dan lain-lain. Saat ini yang dianggap paling tinggi kualitas gambar dan suaranya adalah digital VTR yang dirintis oleh Matsushita Panasonic dengan type AD 350 (kamera dan VTR digital pertama kali digunakan di Olimpiade Barcelona 1992).
VTR merupakan suatu mesin yang terdiri atas sistem elektronik dan mekanik yang digunakan saat rekaman, editing, dan penyiaran. Alat ini berfungsi merekam signal video dan audio kemudian memutar kembali kedua signal tersebut (play back) secara bersamaan (syncron). Selain kedua signal tadi, juga turut terekam signal pengontrol (CTL = control track line) dan signal identifikasi/addres (TC + time code) (Syah, 2000 : 1-2).
Linear Editing
Pada sistem linear editing, prosesnya dilakukan dengan cara langsung dan apabila terdapat kekurangan dan kesalahan, akan dilakukan pengulangan. Pada akhirnya, editing sistem ini menuntut peralatan yang besar dan bermutu untuk menjaga kualitas hasil yang sedang dikerjakan. Pada umumnya, peralatan semacam ini hanya dimiliki oleh kalangan tv penyiaran (broadcasting house) dan production house (PH) skala besar. Jika hasilnya belum sempurna, akan dilakukan pengulangan editing yang memakan cukup banyak biaya. Untuk kalangan pembuat film indie, sistem ini jarang dipakai.
Dalam sistem ini, seorang editor harus teliti dan cermat dalam mengedit. Jika terjadi kesalahan sedikit saja, pekerjaan yang hampir selesai bisa jadi harus diulang dari awal.
Lantas apa yang membedakan antara analog dan digital?
Pengertian umum analog dari teknologi media audio visual adalah cara merekam yang dilakukan, baik ketika shooting video maupun saat mentransfer dari pita satu ke pita yang lain dengan perangkat kerjanya, merupakan proses perekaman gelombang cahaya secara berkesinambungan (kontinyu) menjadi satu bentuk kurva garis melengkung, seperti garis grafik yang lengkungannya bergantung pada tinggi rendahnya cahaya itu sendiri.
Adapun pengertian digital merupakan proses perekaman gelombang cahaya dengan pola terputus-putus on-off lalu on-off begitu seterusnya, sesuai dengan karakternya dari teknologi komputer, yang pada akhirnya menjadi satu bentuk kurva garis kotak-kotak yang juga membentuk grafik yang terdiri atas banyak kotak kecil (Sahid, 2000:1).
Nonlinear Editing
Sistem inilah yang kini banyak diminati kalangan indie karena di samping mudah juga murah dan bisa dilakukan di setiap PC. Edit sistem ini sering disebut juga dengan istilah digital video editing. Sistem ini juga bisa disebut dengan Random Access dari video dan audio ke dalam suatu media rekam berupa disk (disk storage) atau hard disk.
Penyimpanan data di hard disk sangat memudahkan pengolahan. Selama data masih tersimpan di dalamnya, seorang editor bisa berulang-ulang mengedit bagian yang kurang sempurna tanpa harus mengulang dari awal lagi. Selain itu jika hasilnya sudah final, bisa dikopi berulang-ulang dengan kualitas yang tetap. Jika menggunakan teknologi analog, hasil berupa kaset tidak akan tahan sampai lima generasi pengkopian.
Langkah-langkah non linear editing adalah sebagai berikut.
1. Logging
Artinya pada sistem nonlinear editing yang dicatat adalah time code in (angka perhitungan jalannya pita kaset) dan time code out dari sebuah shot secara utuh, dari klip awal hingga sutradara memutuskan cut pada sebuah shot. Pada umumnya, mesin nonlinear editing jenis apa pun memiliki keterbatasan dari hard disk yang sangat berhubungan erat dengan banyaknya gambar yang bisa disimpan dalam memorinya. Dengan keterbatasan ini, seorang editor harus betul-betul memilih shot yang baik. Selection of action sudah dilakukan pada tahap logging ini. Apabila ada kesempatan, alangkah baiknya editor melihat lebih dahulu materi shot yang akan di logging. Pada tahap ini dilakukan pengadministrasian yang efektif sebab ada hal-hal prinsip yang harus dilakukan dalam menuliskan deskripsi dari shot-shot itu. Pertama editor harus menulis terlebih dahulu nomor scene pada awal kalimat, kemudian disusul masing-masing dengan nomor shot, dan nomor take, baru disusul dengan nama tokoh (karakter) yang akan muncul pada gambar itu, setelah itu keterangan peristiwa apa yang dialami atau terjadi dengan tokoh itu.
2. Digitizing
Yaitu proses memasukkan gambar dan suara yang sudah di- logging ke hard disk komputer. Sebelum pekerjaan ini dilakukan, editor harus memutuskan dahulu akan menggunakan audio video resolution (AVR) berapa, yaitu tingkat kualitas gambar seperti apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan awal ini.
3. Editing Film
Pada tahap ini, editor biasanya melakukan off line edit dahulu untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari program yang diedit. Namun dalam kegiatan nonlinear editing jika mesin yang digunakan kualitasnya baik seperti Avid, on line dan off line dapat dilakukan sekaligus.
4. Redigitize
Proses ini dilakukan dengan cara menggunakan edit decition list (EDL). Jika anda menggunakan mesin untuk off line berbeda dengan menggunakan mesin pada saat on line, kita harus menggunakan EDL dari time line yang sudah ada ketika membuat off line editing. Hal ini penting agar tidak terjadi perbedaan AVR di dalam satu time line, yang menyebabkan komputer tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya (Sahid, 2000: 5).
9.5.2 Pedoman Pemotongan (Cuting)
Pemotongan adalah lang,kah lanjutan setelah proses capturing dilakukan. Pemotongan dilakukan terhadap gambar redundan yang berupa
1) bidikan-bidikan yang terlampau pendek yang disebabkan suatu kesulitan atau hal-hal lain pada saat pengambilan gambar. Umpamanya ketika juru kamera mengadakan pengambilan gambar lantas pandangannya terhalang oleh orang ramai,
2) hasil pengambilan panning yang kurang stabil serta pencahayaan yang terlampau terang atau terlalu gelap,
3) bidikan yang terlampau panjang harus dibuang sebagian karena ini dapat membuat penonton jemu,
4) gambar-gambar yang kurang tajam (out of focus) jika hal ini tidak disengaja,
5) hal-hal yang dirasakan mengganggu kelancaran isi cerita.
RANGKUMAN
Editing lebih berfungsi menguatkan tampilan akhir dengan komposisi, penggabungan dan pemotongan. Gambar yang telah dijaga kualitasnya pada tahap produksi akan mempermudah proses editing. Editing bukan memperbaiki kualitas gambar, melainkan memperbaiki rangkaian sehingga kemasan akhir lebih menarik.
Nonlinear editing adalah pilihan yang paling mungkin dilakukan oleh masyarakat luas. Peralatan penunjang untuk NLE sudah sangat mudah didapatkan di pasaran. NLE lebih murah dan lebih praktis.
9.1 Pengertian Editing
Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977: 47).
Pertunjukan film di bioskop ataupun televisi di rumah-rumah apabila belum melalui proses editing bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal, penonton cenderung merasa bosan dan jenuh. Padahal, tayangan film ataupun video begitu ekonomis. Artinya, penayangannya sangat bergantung pada aspek waktu. Waktu begitu mahal dan menentukan dalam proses penayangan film. Jika sebuah tayangan berdurasi 60 menit, itu artinya selama waktu itu pencipta film harus menjamin tidak membuat penonton bosan apalagi meninggalkan bioskop, atau kalau di televisi memindahkan saluran. Begitu berartinya sebuah hasil editing sampai ada pengamat film yang menyatakan bahwa ruh tayangan film adalah proses editing.
Selain itu, J.M. Peters menyatakan bahwa yang dimaksud dengan editing film adalah mengkombinasikan atau memisah-misahkan rangkaian film sehingga tercapai sintesis atau analisis dari bahan yang diambil (Peters, 1980: 9). Di sini, Peters mengungkapkan, dengan editing, film sintesis atau sutradara televisi dapat menghidupkan cerita, menjernihkan suatu keterangan, menyatakan ide-ide atau menimbulkan rasa haru pada penonton.
Nyata sekali Peters menekankan pada aspek ‘pemberian’ suasana dan nuansa sebuah film setelah melalui proses editing. Pada saat editing berlangsung, tentunya tugas editor tidak hanya menyambung-nyambung belaka. Karena selain unsur visualisasi, unsur pikturisasi (penceritaan lewat rangkaian gambar) juga penting. Unsur inilah yang membedakan kegiatan sambung menyambung dengan editing. Selain itu, keindahan sebuah film tidak melulu disampaikan lewat rangkaian gambar, tetapi juga tingkahan musik dan sound effect yang menjadikan sebuah film bernuansa. Di zaman film bisu, rangkaian gambar diupayakan semaksimal mungkin membangun cerita film, tetapi setelah era film bersuara, kolaborasi antara film dan musik begitu menyatu.
Sementara itu, D.W. Griffith berpendapat bahwa editing film merupakan suatu hal yang terpenting dalam film karena editing film itu merupakan suatu seni yang tinggi. Seni sendiri merupakan pondasi dari film. Menyunting film adalah menyusun gambar-gambar film untuk menimbulkan tekanan dramatik dari cerita film itu sendiri. Sutradara dan editor harus pandai dalam selection of shot, selection of action (scene demi scene yang harus dirangkaikan) (Griffith, 1972: 20-25).
Dari penjelasan Griffith tersebut, terkandung pengertian bahwa di samping pentingnya penyusunan film, perlu adanya penyisipan-penyisipan potongan film untuk membuat film itu bercerita. Ini penting sekali diungkapkan dalam pembuatan film pada televisi karena televisi sangat singkat, tetapi bagaimana caranya supaya masyarakat tertarik untuk menyaksikan secara keseluruhan.
Adapun Pudovkin mengatakan perlu adanya constructive editing, yakni pelaksanaan editing film yang sudah dimulai dari penulisan dan membuat shot-shot sebagai materi editing film. Dalam hal editing ini, Pudovkin mempunyai sebuah prinsip, yaitu peristiwa-peristiwa yang akan direkam dalam gambar tidak terlepas dari tiga faktor: watak manusia, ruang dan waktu. Di samping tidak terlepas dari ‘lirik editing’, yakni bagaimana caranya mengeksploitasi sesuatu yang tidak tampak seperti kegembiraan, kesenangan, kesedihan, dan lain-lain (Pudovkin, 1972: 26).
Namun pendapat dari kedua pakar film tersebut ditentang oleh Elsenstein, seorang arsitek yang lari ke dunia film. Dia mengecam Griffith dan Pudovkin dengan alasan keduanya hanya menyambung gambar dengan mengharapkan penonton ikut tertawa atau menangis. Menurut dia, dalam proses editing film harus dilakukan dengan cara menyambung dua buah shot atau adegan yang dapat menimbulkan pengertian baru melalui cara pemikiran dan selalu menimbulkan istilah pemikiran yang baru. Untuk itu, dia menghadapkan pada kiasan melalui lambang-lambang sehingga penonton turut berpikir secara intelektual terhadap adegan yang dilihatnya (1972: 33).
Terlepas dari beberapa pendapat tentang editing film tersebut, yang jelas proses editing memang menduduki posisi penting dalam menghasilkan karya film yang menarik dan tidak membosankan. Oleh karena itu, tugas seorang editor begitu berat dan mengandung resiko sebab bisa jadi stock shot yang sebetulnya sudah bagus malah tidak bisa ‘bercerita’ karena kegagalan sang editor.
9.2 Hak dan Kewajiban Editor Film
9.2.1 Kewajiban editor film
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan seorang editor film dapat bekerjasama dengan kamerawan dalam melakukan analisis skenario mengenai konstruksi dramatiknya, dan bekerja sama dengan sutradara untuk mendapatkan penyesuaian penafsiran mengenai editingnya.
2) Tahap pengerjaan
- Melakukan pemisahan shot yang terpakai (OK) dengan yang tidak (NG) dengan catatan shooting report atau penjelasan langsung sutradara.
- Melakukan editing pendahuluan untuk mendapatkan penyesuaian atas konsep dasar editing yang diinginkan bersama dan memberikan gagasan-gagasan perekaman dalam hubungannya dengan editing.
3) Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang memerlukan suara kesan (efek suara).
4) Mendampingi juru suara dalam melakukan rekaman kembali untuk memenuhi kebutuhan serta memberikan gagasan-gagasan perekaman dalam hubungannya dengan editing.
5) Mendapatkan persetujuan sutradara atas hasil akhir editing.
6) Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar dan suara yang diserahkan kepadanya untuk editing.
9.2.2 Hak Editor Film
1) Mengajukan usul kepada sutradara untuk mengubah urutan penuturan gambar dari yang tercantum dalam skenario guna mendapatkan konstruksi dramatik yang lebih baik.
2) Mengajukan usul kepada sutradara untuk memenuhi bahan materi gambar ataupun suara yang kurang.
3) Mengajukan koreksi kepada sutradara atas konsep pengadaan unsur suara untuk dasar kepentingan editing film.
4) Didengar pendapatnya atas perubahan editing pada kopi edar (release copy).
9.3 Metode Editing Film
Secara umum, proses editing film dibedakan menjadi dua metode, yakni Continuity Cutting dan Dynamic Cutting.
9.3.1 Continuity Cutting
Metode ini merupakan metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buah adegan yang mempunyai kesinambungan.
9.3.2 Dynamic Cutting
Metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buah adegan yang tidak mempunyai kesinambungan.
9.4 Teknik Editing Film
Teknik editing film dikategorikan menjadi empat jenis, yakni pararel editing, cross cutting, contras editing, dan montase trope.
9.4.1 Pararel Editing
Yakni kalau ada dua adegan yang mempunyai persamaan waktu, harus dirangkaikan silih berganti.
9.4.2 Cross Cutting
Yakni beberapa adegan yang disilang atau penyilangan dua adegan dalam waktu tidak bersamaan.
9.4.3 Contras Editing
Yakni susunan gambar yang memperlihatkan kontradiksi dua adegan atau lebih.
9.4.4 Montase Trope
Yakni sistem editing yang mempergunakan simbol atau lambang-lambang yang menimbulkan pemikiran pada penonton.
9.5 Editing Video
Pada dasarnya, editing film dengan video tidak ada bedanya. Hal yang membedakannya, yakni pada aspek teknologinya. Karena dalam perkembangannya muncul teknologi digital, untuk lebih jelasnya dibedakan antara analog dan digital.
9.5.1 Linear dan Nonlinear Editing
Jika kita cermati, sebetulnya editing film yang kita saksikan pada umumnya menggunakan nonlinear editing karena di dalamnya memungkinkan terjadinya penambahan atau pengurangan di sembarang tempat terhadap shot dan scene-scene yang ada. Secara umum untuk membedakan antara linear editing (analog dan digital) dan nonlinear editing terlihat pada aspek teknologinya.
Ramang Syah menjelaskan, pada proses pengalihan editing video tape yang sangat mendasar adalah proses pengalihan/dubbing dari sumber material (original tape) ke edit master (master tape). Untuk melakukan editing, hal-hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan secara bertahap, yakni:
1) memilih gambar dan suara dari sumber materi dan tentukan bagian-bagian mana yang ditransfer ke master tape,
2) kemudian temukan bagian-bagian itu harus ditempatkan pada master tape,
3) untuk mendapatkan sequence yang tepat sesuai dengan naskah, bagian-bagian tadi harus ditempatkan pada ruang kolom yang sesuai,
4) sesudah itu informasi tadi dialih/dub dari sumbernya ke master tape, scene by scene.
Sampai saat ini, belum ada keseragaman dalam proses rekaman gambar sehingga setiap produser mendesain dan membuat video tape recorder (VTR) menurut versinya masing-masing. Hal ini dapat kita jumpai pada format-format VTR yang banyak dipasarkan antara lain Format B, C, Umatic, Betacam, dan lain-lain. Saat ini yang dianggap paling tinggi kualitas gambar dan suaranya adalah digital VTR yang dirintis oleh Matsushita Panasonic dengan type AD 350 (kamera dan VTR digital pertama kali digunakan di Olimpiade Barcelona 1992).
VTR merupakan suatu mesin yang terdiri atas sistem elektronik dan mekanik yang digunakan saat rekaman, editing, dan penyiaran. Alat ini berfungsi merekam signal video dan audio kemudian memutar kembali kedua signal tersebut (play back) secara bersamaan (syncron). Selain kedua signal tadi, juga turut terekam signal pengontrol (CTL = control track line) dan signal identifikasi/addres (TC + time code) (Syah, 2000 : 1-2).
Linear Editing
Pada sistem linear editing, prosesnya dilakukan dengan cara langsung dan apabila terdapat kekurangan dan kesalahan, akan dilakukan pengulangan. Pada akhirnya, editing sistem ini menuntut peralatan yang besar dan bermutu untuk menjaga kualitas hasil yang sedang dikerjakan. Pada umumnya, peralatan semacam ini hanya dimiliki oleh kalangan tv penyiaran (broadcasting house) dan production house (PH) skala besar. Jika hasilnya belum sempurna, akan dilakukan pengulangan editing yang memakan cukup banyak biaya. Untuk kalangan pembuat film indie, sistem ini jarang dipakai.
Dalam sistem ini, seorang editor harus teliti dan cermat dalam mengedit. Jika terjadi kesalahan sedikit saja, pekerjaan yang hampir selesai bisa jadi harus diulang dari awal.
Lantas apa yang membedakan antara analog dan digital?
Pengertian umum analog dari teknologi media audio visual adalah cara merekam yang dilakukan, baik ketika shooting video maupun saat mentransfer dari pita satu ke pita yang lain dengan perangkat kerjanya, merupakan proses perekaman gelombang cahaya secara berkesinambungan (kontinyu) menjadi satu bentuk kurva garis melengkung, seperti garis grafik yang lengkungannya bergantung pada tinggi rendahnya cahaya itu sendiri.
Adapun pengertian digital merupakan proses perekaman gelombang cahaya dengan pola terputus-putus on-off lalu on-off begitu seterusnya, sesuai dengan karakternya dari teknologi komputer, yang pada akhirnya menjadi satu bentuk kurva garis kotak-kotak yang juga membentuk grafik yang terdiri atas banyak kotak kecil (Sahid, 2000:1).
Nonlinear Editing
Sistem inilah yang kini banyak diminati kalangan indie karena di samping mudah juga murah dan bisa dilakukan di setiap PC. Edit sistem ini sering disebut juga dengan istilah digital video editing. Sistem ini juga bisa disebut dengan Random Access dari video dan audio ke dalam suatu media rekam berupa disk (disk storage) atau hard disk.
Penyimpanan data di hard disk sangat memudahkan pengolahan. Selama data masih tersimpan di dalamnya, seorang editor bisa berulang-ulang mengedit bagian yang kurang sempurna tanpa harus mengulang dari awal lagi. Selain itu jika hasilnya sudah final, bisa dikopi berulang-ulang dengan kualitas yang tetap. Jika menggunakan teknologi analog, hasil berupa kaset tidak akan tahan sampai lima generasi pengkopian.
Langkah-langkah non linear editing adalah sebagai berikut.
1. Logging
Artinya pada sistem nonlinear editing yang dicatat adalah time code in (angka perhitungan jalannya pita kaset) dan time code out dari sebuah shot secara utuh, dari klip awal hingga sutradara memutuskan cut pada sebuah shot. Pada umumnya, mesin nonlinear editing jenis apa pun memiliki keterbatasan dari hard disk yang sangat berhubungan erat dengan banyaknya gambar yang bisa disimpan dalam memorinya. Dengan keterbatasan ini, seorang editor harus betul-betul memilih shot yang baik. Selection of action sudah dilakukan pada tahap logging ini. Apabila ada kesempatan, alangkah baiknya editor melihat lebih dahulu materi shot yang akan di logging. Pada tahap ini dilakukan pengadministrasian yang efektif sebab ada hal-hal prinsip yang harus dilakukan dalam menuliskan deskripsi dari shot-shot itu. Pertama editor harus menulis terlebih dahulu nomor scene pada awal kalimat, kemudian disusul masing-masing dengan nomor shot, dan nomor take, baru disusul dengan nama tokoh (karakter) yang akan muncul pada gambar itu, setelah itu keterangan peristiwa apa yang dialami atau terjadi dengan tokoh itu.
2. Digitizing
Yaitu proses memasukkan gambar dan suara yang sudah di- logging ke hard disk komputer. Sebelum pekerjaan ini dilakukan, editor harus memutuskan dahulu akan menggunakan audio video resolution (AVR) berapa, yaitu tingkat kualitas gambar seperti apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan awal ini.
3. Editing Film
Pada tahap ini, editor biasanya melakukan off line edit dahulu untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari program yang diedit. Namun dalam kegiatan nonlinear editing jika mesin yang digunakan kualitasnya baik seperti Avid, on line dan off line dapat dilakukan sekaligus.
4. Redigitize
Proses ini dilakukan dengan cara menggunakan edit decition list (EDL). Jika anda menggunakan mesin untuk off line berbeda dengan menggunakan mesin pada saat on line, kita harus menggunakan EDL dari time line yang sudah ada ketika membuat off line editing. Hal ini penting agar tidak terjadi perbedaan AVR di dalam satu time line, yang menyebabkan komputer tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya (Sahid, 2000: 5).
9.5.2 Pedoman Pemotongan (Cuting)
Pemotongan adalah lang,kah lanjutan setelah proses capturing dilakukan. Pemotongan dilakukan terhadap gambar redundan yang berupa
1) bidikan-bidikan yang terlampau pendek yang disebabkan suatu kesulitan atau hal-hal lain pada saat pengambilan gambar. Umpamanya ketika juru kamera mengadakan pengambilan gambar lantas pandangannya terhalang oleh orang ramai,
2) hasil pengambilan panning yang kurang stabil serta pencahayaan yang terlampau terang atau terlalu gelap,
3) bidikan yang terlampau panjang harus dibuang sebagian karena ini dapat membuat penonton jemu,
4) gambar-gambar yang kurang tajam (out of focus) jika hal ini tidak disengaja,
5) hal-hal yang dirasakan mengganggu kelancaran isi cerita.
RANGKUMAN
Editing lebih berfungsi menguatkan tampilan akhir dengan komposisi, penggabungan dan pemotongan. Gambar yang telah dijaga kualitasnya pada tahap produksi akan mempermudah proses editing. Editing bukan memperbaiki kualitas gambar, melainkan memperbaiki rangkaian sehingga kemasan akhir lebih menarik.
Nonlinear editing adalah pilihan yang paling mungkin dilakukan oleh masyarakat luas. Peralatan penunjang untuk NLE sudah sangat mudah didapatkan di pasaran. NLE lebih murah dan lebih praktis.
Komentar